Posted by: anaktangguh | January 19, 2015

2014 in review

Posted by: anaktangguh | November 29, 2014

Gambar Cak Munir Untuk Omah Munir.

Ketika dapat kabar dari bung Roberto, bahwa di Taman Baca Kesiman akan ada pemutaran film pendek : KAMIS KE 300.
Saya teringat tentang program yang pernah dilaksanakan di Sanggar Anak Tangguh, beberapa tahun yang lalu. Pada saat itu anak-anak di Sanggar melakukan kegiatan mewarnai “Cak Munir Melawan Lupa”. Program itu dibuat, sebagai upaya untuk melawan lupa dan menghormati seorang pejuang Hak Asasi Manusia.
Pada saat itu ada rencana untuk mengirimkan karya tersebut ke “Omah Munir” di Malang. Tapi karena kesibukan dan beberapa program, sehingga ide untuk mengirim gambar tersebut belum terlaksana.
Seperti pepatah setiap karya punya nasibnya sendiri, pada hari Jumat, 7 November 2014, pada malam pemutaran film pendek Kamis ke 300, gambar Cak Munir dapat diserahkan langsung kepada Mba Suciwati. Gambar tersebut, merupakan karya kolaborasi 3 orang anak yaitu Yoga, Metthew dan Candra. Semoga karya anak-anak ini, dapat berkontribusi untuk menguatkan langkah dalam “melawan lupa … dan tetap mengingat”
Terima kasih buat Rhadi Khalid, seorang kawan dari Malaysia, atas fotomu yg indah itu…

adi dan suciwati nugi happy salma dan suciwati Suciwati dan happy salma

Posted by: anaktangguh | May 2, 2014

Gerobak Bioskop, Pameran Poster.

1 foto persiapan pameran

SALAM LESTARI
SATU BUMI, BUMI MANUSIA!

Tanpa terasa kita telah menginjak bulan Mei 2014, bulan April kemaren banyak kawan-kawan yang telah melakukan kegitan, terutama untuk memperingati “Hari Bumi”. Para seniman, aktivis lingkungan dan masyarakat umum sudah mulai merasakan merosotnya kualitas lingkungan, seperti air yang mulai susah ngocor dan juga kotor. Selain krisis air, yang tak kalah merisaukan adalah juga masalah krisis udara, kualitas udara sudah mulai menurun disebabkan oleh asap pabrik dan asap kendaraan bermotor. Salah satu penyebab krisis air dan krisis udara adalah akibat penebangan pohon secara masif. Penebangan pohon secara besar-besaran terjadi baik di kota maupun di desa, baik di gunung maupun di daerah pantai.
Memasuki bulan Mei, kita memperingati dua hari penting ; Pertama tanggal 1 Mei adalah “Hari Buruh” yang lebih dikenal dengan May Day dan tanggal 2 Mei adalah “Hari Pendidikan Nasional”. Sanggar Anak Tangguh yang bergerak dalam pendidikan alternative, khususnya yang menggunakan media kesenirupaan sebagai proses belajar mengajarnya, bekerjasama dengan Ruang Rupa Jakarta, berkolaborasi dalam program Gerobak Bioskop, mengadakan kegitan Pemutaran Video yang berkaitan dengan pendidikan dan lingkungan serta Pameran Poster karya Alit Ambara, Nobodycorp Internationale Unlimited.

Pameran poster karya Alit Ambara, dilatar belakangi oleh apresiasi kami atas kegigihan dan komitmenya untuk terus berkarya memproduksi poster-poster yang mencerdaskan dan tentu saja menyehatkan kehidupan kita berbangsa. Karya-karyanya sangat sarat dengan pesan-pesan menghormati alam lingkungan dan manusia serta kemanusiaan. Karya-karya poster yang dipamerkan di Sanggar Anak Tangguh, memang sebelumnya sudah sempat dipamerakan pada perayaan hari bumi di Singaraja, di belahan utara pulau Bali. Kami merasa perlu untuk menghadirkan kembali karya-karya poster Nobodycorp di Bali Selatan, mengingat masih banyak kawan-kawan seniman, aktivis, musisi dan khalayak umum yang ingin melihat poster karya Bung Alit Ambara dalam bentuk “print”. Poster-poster karya Bung Alit Ambara sangat lugas dalam mengangkat persoalan-persoalan kontemporel dan situasi politik bangsa kita. Poster-posternya banyak mengangkat persoalan realita sosial seperti, kasus Lumpur Lapindo, masalah pertanahan antara masyarakat dengan korperasi, masalah HAM, dan masalah ketidak adilan dan masalah kemanusiaan lainya.

Sebagai contoh salah satu karya posternya adalah poster “tolak reklamasi” di mana poster ini mengangkat perjuangan masyarakat Bali dalam menolak reklamasi 838 hektar Teluk Benoa. Penolakan masyarakat atas rencana reklamasi tersebut karena kebijakan rencana mereklamasi teluk Benoa, bertentangan dengan Peraturan Presiden No 45 Tahun 2011, yang menyatakan Teluk Benoa sebagai bagian dari wilayah konservasi. Pengurugan laut secara besar besaran tentu sangat menghawatirkan akan rusaknya ekosistem dan banjir di daerah pesisir, kawasan Teluk Benoa. Poster “Sudahkah Cek Saldo Anda Hari Ini” mengingatkan kita akan berapa besar hutang Negara kita. Yang seharusnya membuat kita merenung sebagai warga dari bangsa ini, apa ada yang salah dengan tata kolola bangsa ini? Atau kita tengok poster “Fair Trade”, dimana poster ini bercerita tentang kosep perdagangan yang berkeadilan, perdagangan yang memihak kaum yang termarginalkan. Dengan semangat perdagangan yang tidak mengeksploitasi manusia dan alam. Untuk mengapresiasi poster-poster lainya meminjam kata-kata dalam poster karya pelukis tersohor Affandi “BUNG AYO BUNG” mari rame-rame ke Sanggar Anak Tangguh!

Terinspirasi dari pameran poster outdoor, yang digagas oleh kawan-kawan seniman dan aktivis lingkungan di Pati, Jawa Tengah. Dalam pengantar pameranya, mereka menuliskan : Poster itu berbeda dari seni lukis, karena seni lukis tidak pernah terlibat dalam perang, contohnya perang dunia ke 2, di Prancis, Ingris, Jepang, Jerman, sangat bayak poster yang diproduksi untuk kepetingan perang tersebut, terutama untuk menggugah para generasi muda untuk ikut angkat senjata. Dan mereka pun mengatakan Perang Terhadap Perusak Lingkungan.

Dewasa ini, poster banyak dipakai dalam mempropagandakan sebuah ide. Masih segar dalam ingatan kita menjelang hajatan pemilu legislative kemaren banyak poster di media sosial yang bertemakan “Jangan Pilih Caleg Perusak Lingkungan” atau coba tengok disekeliling kita, jika anda lewat di pinggir jalan raya Sukawati menuju Celuk atau mungkin di jalan lainya anda akan menemukan sebuah poster yang bergambar : Lelaki memakai topi tinggi dengan warna bendera Amerika, yang bertuliskan I WANT YOU. Mungkin tidak banyak yang tahu bahwa poster itu adalah sebuah poster yang diproduksi pada masa perang dunia ke dua dan poster tersebut berhasil mempropokasi ratusan ribu pemuda Amerika untuk ikut angkat senjata pada perang dunia.

Jika anda suka browshing di youtube, maka cobalah anda menonton video SID : Sunset di Tanah Anarki, anda juga akan melihat poster-poster yang yang di temple di dinding, yang berisi gambar Wiji Thukul, Marsinah, atau berbagai tulisan yang diambil untuk menyatukan semangat perjuangan seperti : “Melawan Lupa”, “Hanya Ada Satu Kata Lawan”. Poster-poster itu merupakan simbol-simbol dari semangat dan perlawanan. Mengutip dari buku Anak-Anak Revolusi 1, karya Budiman Sujatmiko, dia mengapresiasi kekuatan penggalan puisi, karya Wiji Thukul “HANYA ADA SATU KATA LAWAN” yang banyak dipakai dalam poster-poster aksi mahasiswa, sama kuatnya dengan kekuatan kata “MERDEKA ATAU MATI” pada masa perjuangan merebut kemerdekaan Republik Indonesia.
“Poster-poster Aksi”, karya poster yang dipakai pada aksi-aksi protes atau menyampaikan pendapat tentang ketidak adilan atau penyimpangan terhadap tata kelola kebijakan suatu Negara, atau protes terhadap pelanggaran HAM. Disinilah kekuatan karya poster tersebut, dia hadir dipertontonkan di jalan, di gedung parlemen, atau diistana negara sekalipun.

Selamat menikmati video, berdiskusi dan mengapresiasi poster.

Salam

I Komang Adiartha
Sanggar Anak Tangguh

1 movie screening ruru anak tangguh

3 Sudahkah Cek Saldo Anda Hari Ini copy

2 Fair Trade

5 wiji thukul

Posted by: anaktangguh | May 2, 2014

Pameran BALI ALERT

Meithila Bandem, Family, 5 piece x 30 x 40 cm, Acrylic on Canvas, 2013 2013

Meithila Bandem, Family, 5 piece x 30 x 40 cm, Acrylic on Canvas, 2013

Anak-anak yang Mencuri-curi Perhatian

 

Melihat, memperhatikan dan menyimak lukisan karya anak-anak membuat kita tersenyum-senyum sendiri. Imajinasi anak-anak yang yang digabungkannya dengan arahan-arahan orang tua,  maupun pembimbing melahirkan sesuatu yang mengundang senyum di kulum. Karena seberapapun,  orang dewasa mengajarkan, mengarahkan anak-anak,  tetap akan muncul  jiwa kanak-kanak pelukis, yang seperti mencuri-curi  waktu dan perhatian untuk diperhatikan. 

Lukisan memang menjadi media yang efektif dipakai oleh anak-anak Bali dalam mengekpresikan dirinya. Tetapi dalam mengekresikan diri ini,  pengetahuan terkait teknik dalam melukis tentu tak bisa diabaikan, tetapi  kadang  teknik dan pelajaran dari orang dewasa lolos dari konsentrasi sang anak. Saat-saat lolos inilah, kelucuan dan kekanak-kanakan si anak akan terlihat menonjol. 

Seperti lukisan “Barong” dan “Lingkungan yang Indah” yang dibuat oleh Candra . Pada lukisan “Barong” telapak kaki dan gigi-gigi Barong terlihat menonjol  dan lugu, mewakili  keluguan anak-anak. Begitu juga dalam lukisan “Lingkungan yang Indah” guratan-guratan pada pohon, bisa menjadi  satu sentuhan kecil yang mengundang perhatian.  Begitu juga pada lukisan orang sembahyang di Pura, gambar kober, lelontek dan payung, yang walaupun menjadi  kebutruhan gambar bagi orang dewasa, tetapi dalam hal bentuk dan warna, Candra seakan tak mau melepaskan masa kanak-kanaknya.  Karya-karya Candra menunjukan sebuah kesantunan Timur, yang mengikuti saran, tetapi tetap mencari celah untuk menjadi diri sendiri.  

Walaupun melukis hal yang sama, yaitu “Barong”  lukisan karya Damar  terlihat menjol dan sangat kental jiwa kekanak-kanakannya. Jiwa pelukis terekspresi dengan bebas dan lugas, terlihat dari bentuk, komposisi dan pilihan warna yang dipakai. Lukisan-lukisan karya Damar,  seperti mengajak penikmat berkumonikasi dalam diam, kemudian ikut hanyut, mengembara bebas  dalam dunia kanak-kanaknya.  Dari lukisannya, Damar terlihat tak bisa diam sejenak, bergerak terus mengikuti jiwa kreatifnya yang tak terkendali. Semoga dalam perkembangan usianya, dia tak berhadapan dengan benturan-benturan yang mengekang kreatifitasnya.  

Lukisan yang berbeda ditunjukan dalam lukisan “Mulut Yang Mengaga” karya  Gus Bama. Walaupun judulnya adalah judul orang dewasa, tetapi goresan, ide, pilihan warna dan bentuk lukisan ini, tak kehilangan kekanak-kanaknya.  Dari lukisannya, Gus Bama, terlihat begitu militan dengan pilihannya. Sebuah kengototan anak-anak yang kalau diarahkan akan melahirkan pribadi yang kuat.

Lukisan hitam-putih karya Matthew, dengan mata dan bibirnya yang menyungging aneh, seakan mewakili keangkuhan pelukis, keangkuhan masa kanak-kanak yang seolah ingin berkata, “aku bisa”. Keangkuhan seorang pahlawan cilik yang kreatif tapi terjaga. Maka tak heran, ketika melukis kepiting Matthew juga begitu yakin dengan pilihan warna orangenya yang berbentuk kotak dengan guratan segi empat yang mirip koper aneh.  

Lukisan karya Ugi yang menggambarkan sepasang suami istri dengan seorang anak perempuan di tengah dengan baju orange, menarik untuk dilihat karena merangsang mata dan menularkan kehangatan. Warna-warna yang dipilih, figur orang-orang dan bagian-bagian dari tubuh yang dibuat seenaknya tanpa ada ketakutan untuk salah, menampakkan rasa percaya diri pelukis. Dan memang seharusnyalah anak tidak dicecoki dengan kata-kata tidak boleh saat melakukan sesuatu, asal tidak membahayakan dirinya dan orang lain. Dan lukisan Ugi, menyiratkan rasa nyamannya sebagai anak dengan jiwa kanak-kanaknya.

Lukisan yang dibuat oleh Meithila menunjukan kegembiraan, kelembutan dan kepercayaan diri yang  kuat. Dalam melukis Meithila sudah tak punya beban apa-apa kecuali melukis hal-hal yang dia sukai. Pilihannya jatuh pada figure-figur manusia.  Lukisan-lukisan karyanya menggambarkan tentang dirinya dan family-nya, dengan karakter yang kuat. Semua figure digambar dengan serius, kecuali dirinya sendiri. Dimana tokoh laki-laki (kakek-nya) digambarkan sebagai sosok yang gagah dengan mata yang hitam besar dan tokoh perempuan adalah sosok nenek nya, yang lebut, manis dan keibuan, dengan hiasan bunga dan sanggul. Tapi walaupun berbeda semua karakter yang tergambar tampak bahagia yang ditunjukan dengan kedua pipinya yang merah. Lukisan potret diri yang dilatar belakangi dengan suasana kota yang meriah, yang diberi judul City and my joy, menggambarkan karakter pelukisnya yang suka traveling dan menikmati suasana kota yang dikunjungi. Pelukis nampaknya berbahagia dengan kebebasan ekspresinya.

Ekspresi kebahagian sangat jelas terlihat pada lukisan anak perempuan yang dilatar belakangi gedung-gedung tinggi. Gedung-gedung ini dilukis  berwarna-warni,   warna merah muda dan orange terlihat sangat menonjol, ditambah warna biru, hijau  dan sedikit  berwarna coklat. Sosok anak perempuan yang digambarpun terlihat sangat kuat, cerdas, bahagia dan percaya diri dengan mata hitam besar, bibir menganga, rambut berombak panjang dengan kalung hati warna hijau. Dengan memakai baju berwarna merah muda dan ungu, pipinya juga berwarna merah muda, ia melambaikan tangannya, seperti  ingin menyapa dunia kanak-kanaknya yang ceria. 

Lukisan karya Tantri, walaupun memiliki kesukaan yang sama dengan Meithila  yaitu menggambar figure, tetapi  penggambaran orangnya sangat berbeda dengan gambar Meithila, rambut  anak perempuan yang digambar Tantri ini berwarna orange kecoklatan, menguncup, wajahnya juga kalem dan lebih memandang ke dalam diri. Tantri sepertinya agak pemalu dan suka menyembunyikan diri, tetapi semangatnya berekspresi tak mampu  ditahan jiwa pemalunya.  Akhirnya ekspresinya ia curahkan pada baju figurnya yang justru lebih meriah dan sumbringah dari lukisan figurnya sendiri. Figur perempuan kecilnya dia lukis memakai  baju yang berisikan gambar wanita Bali dengan menjunjung banten ke pura, ada gambar pura, gunung, awan, pohon, burung dan laut. Sebuah lukisan dalam lukisan, sebuah ekspresi yang tertanam dalam ekspresi?

Gambar Gung Gek, berbeda dengan sekali dengan gambar Meithila dan Tantri. Jika kedua anak perempuan ini memilih menggambar figur dengan model anak perempuan yang juga potret pelukisnya sendiri, maka Gung Gek, menggambar  goresan warna, yang mewakili perasaannya, keasyikannnya sendiri.  Dari goresan-goresan warnanya yang kuat dan berani, nampaknya Gung Gek nyaman dengan dirinya dan ekspresinya.  Kadang ia mengekspresikan dirinya dengan begitu bebas tanpa batas, tapi kadang-kadang  warna dan goresannya juga tampak sangat lembut dan santun. Dalam karyanya yang memakai warna hitam seperti pancaran sinar dan merah sebagai pusat sinar,  ia dengan tanpa sadar terlihat membingkai kebebasaannya dalam kesantunan.  Dalam usianya yang terbilang belia Gung Gek dengan tanpa sadar rupanya telah memiliki ekspresi yang bebas tapi ada batasnya.

Bakat, kesabaran, ketelatenan dan ketrampilan yang sempurna ditunjukkan oleh lukisan-lukisan tradisional “Gaya Batuan” yang dibuat oleh Ariana. Secara selintas lukisan Ariana mungkin tak bisa dibedakan dengan lukisan tradisional Gaya Batuan yang dibuat oleh orang dewasa. Tema-tema yang dipilih Ariana juga tema-tema yang biasa dilukis oleh orang dewasa. Walaupun terlihat tertib, disiplin, sabar dan terampil, beberapa goresan Ariana masih bisa dijajaki sebagai jejak goresan kanak-kanak. Hal ini bisa kita lihat pada lukisan berjudul “Kite Festival”, “Kumbakarna”, maupun “Lubdaka” ketiga lukisan ini, jejak kanak-kanak Ariana hanya terlihat pada goresan dan penggambaran obyek yang samar-samar, seperti anak dan orang tua yang memanjat pohon pada lukisan “Kite Festival” atau  pemburu yang yang memegang tangan kera pada lukisan “Lubdaka”. Hanya lukisan  “Calon Arang” yang jelas menampakkan jejak masa kanak-kanaknya. Dengan hanya menebalkan sebagian dari obyek lukisannya, Ariana tak dasar menunjukan dirinya sebagai kanak-kanak, yang juga berhak bosan pada satu ide. Sebenarnya justru disinilah ide kreatif Ariama bisa lebih dikembangkan. Disinilah perlunya pembimbing yang bisa memotifasi Ariana untuk menemukan ide-ide kreatifnya. Jika saja, ketekunan, ketrampilan, kesabaran yang sudah dimiliki Ariana, dipakai untuk mengekresikan ide kreatifnya, pasti akan mampu melahirkan karya-karya yang menarik. Hanya diperlukan strategi dari pembimbing, agar bisa merangsang keluarnya ide-ide kreatif si anak. Jika ide kreatifnya sudah muncul, pasti Ariana akan lebih menikmati hari-harinya ketika melukis. Karena saat melukis, dia bisa memiliki dan memeluk erat dunia imajinasinya. 

Kreatif seharusnya menjadi ciri khas anak-anak, dan lukisan seharusnya bisa menjadi salah satu media ekspresi yang menenangkan dan bermanfaat bagi anak-anak. Sayangnya pola pengajaran, yang hanya mengarahkan pada ketrampilan dan hapalan, justru akan menghambat kreatifitas anak-anak untuk meneguk habis masa kanak-kanaknya.  Lukisan-lukisan karya anak-anak yang dipamerkan ini secara tidak langsung memberi gambaran, ketimpangan pendidikan yang diberikan pada anak-anak. Ada anak yang begitu enteng berkreatifitas, ada yang sembunyi-sembunyi, ada yang berkreasi dalam biangkai kesopanan, ada yang begitu liar, dan ada yang sangat tertahan ide-ide kreatifnya. Hal ini tentu akan bisa dijadikan pelajaran untuk menentukan langkah-langkah pembinaan selanjutnya.  Karena ketika anak-anak melukis, bukanlah menjadi pelukis hebat yang menjadi tujuannya, tetapi adalah menjadi seorang anak yang utuh, yang mampu menghadapi dan menikmati setiap peristiwa yang dialami, dan akhirnya akan merangsang daya pikir dan olah rasanya, yang menjadi sumber dari kreatifitas.

Salam, Mas Ruscita

Sastrawati

Gus Bama adalah anak umur 3 tahun, Yang berkolaborasi dengan ayahnya yang merespon karya-karya yang dibuat Gus Bama. kemudian karya

Gus Bama, Bawang, Digital print, 50 Cm x 40 Cm, 2013

 

 

 

Ariana, Kite Festival 70 Cm x 40 Cm, Chinese Ink on Canvas, 2013.

Ariana, Kite Festival 70 Cm x 40 Cm, Chinese Ink on Canvas, 2013.

Pengantar Pameran Gambar dan Lukisan Sanggar Anak Tangguh

KECERDASAN ANAK-ANAK

Oleh Hardiman

Tulisan ini adalah sebuah pengantar,  bukan kuratorial. Sebagai sebuah pengantar, tulisan ini diniatkan memberi semacam pintu masuk untuk memahami karya yang dipamerkan dalam perhelatan ini. Sebuah pintu masuk yang tentu saja bukan satu-satunya pintu yang bisa dipilih oleh para apresian pameran ini. Pintu lainnya adalah keluasan tafsir, horizon harapan, dan cara megapresiasi masing-masing apresian (Anda sekalian).

Sebagai pintu masuk, tulisan ini bersandar pada teori seni rupa anak-anak. Tak lain, tujuan ini diharapkan agar penilaian terhadap kaya cipta anak-anak sesuai dengan karakter kesenirupaan anak-anak yang sejalan dengan psikologi perkembangan. Demikian awalan tulisan ini untuk dimaklumi terlebih dahulu.

***

Banyak orang tua yang beranggapan bahwa anak-anak (usia TK, SD, hingga SMP) yang memiliki kegemaran menggambar dinilai sebagi anak berbakat dan masa depannya bisa diharapkan akan menjadi seniman besar. Secara akademik, anggapan ini keliru adanya. Masa kanak-kanak adalah masa keemasan bagi dunia kesenirupaan anak-anak. Terutama anak usia TK dan SD media ekspresi yang paling mudah dicapainya adalah media seni rupa. Itu sebabnya, Oho Garha, seorang ahli pendidikan seni rupa terkemuka di Indonesia, menilai bahwa hampir semua anak-anak bisa dipastikan gemar menggambar. Dan, kegemaran menggambar ini berangsur-angsur menurun sejalan dengan pertumbuhan usianya. Meningkat usia masa remaja, kegemaran menggambar ini semakin lenyap—kecuali pada beberapa anak saja yang memiliki pembawaan. Gantinya, anak-anak yang telah menjadi remaja itu mulai menggemari sastra—berupa bacaan karya sastra, film cerita, lirik lagu, atau  teks-teks verbal lainnya. Hal ini berkenaan dengan pemakaian logika pada anak remaja yang makin meningkat, karenanya gambar anak-anak yang tidak naturalistik (tidak sesuai kenyataan alam) dinilainya sendiri sebagai karya yang gagal.  Sebagai gantinya, mereka memilih teks verbal (sastra) karena lebih mewakili perasaannya dan mudah diterima oleh logika mereka.

Sesunguhnya, anak-anak yang gemar menggambar lebih dekat hubungannya dengan kecerdasan daripada dengan keartisan.  Artinya, bisa dipastikan bahwa anak-anak yang gemar menggambar adalah anak-anak yang telah memperlihatkan kecerdasannya. Penjelasannya begini, dalam aktivitas menggambar itu melibatkan daya ingat dan daya fantasi. Misalnya ketika anak menggambar sesuatu, baik berhadapan langsung ataupun tidak dengan sesuatu itu, maka dibutuhkan daya ingat yang kuat akan bentuk sesuatu itu. Begitu halnya ketika anak itu merangkai sesuatu dengan obyek lain di sekitarnya, maka dibutuhkan daya ingat dan fantasi akan obyek lain yang memiliki hubungan dengan sesuatu itu. Inilah kecerdasan. Karenanya, makin banyak obyek yang digambar oleh anak-anak, makin tampaklah kecerdasannya. Ini tentu hanya berlaku untuk dunia anak-anak usia TK, SD, dan SMP awal.

Anak-anak Sanggar Tangguh ini menjalani proses berkreasi keseni-rupaan yang khas. Mereka berada dalam lingkungn kesenirupaan yang kuat. Beberapa anak ini orang tuanya adalah perupa. Beberapa yang lain bertempat tinggal di komunitas perupa. Lingkungan-lingkungan inilah yang menjadikan anak-anak terstimulus dengan baik dalam proses berkarya seni rupa. Inilah lingkungan kultural yang menguntungkan bagi anak-anak.

Lingkungan kultural inilah yang secara semiotis menjadi bahasa visual komunal atau disebut juga sebagai dialek. Dialek inilah yang diserap oleh anak-anak sebagai bahasa atau cara pengucapan visual. Ada dialek regional yaitu dialek yang dibatasi oleh tempat, misalnya dialek visual Pengosekan. Ada juga dialek tinggi, yaitu dialek yang memiliki standar tertentu dari lingkungan tertentu yang terbatas, misalnya dialek akademik.

Dialek-dialek tersebut diserap oleh anak-anak ini sebagai bagian dari cara pengucapan kesenirupaan. Mereka misalnya memakai cara membuat bentuk, cara menghadirkan warna, bahkan pilihan tema atau pokok bahasan yang bersumber dari dialek setempat juga dialek akasdemik. Tentu saja, pemakaian ini tidaklah dapat dikatakan sebagai menyontek. Ini adalah cara berbahasa kesenirupaan yang bersumber dari lingkungannya (dialek) melalui jalan menghidupkan memori atau daya ingat. Dalam batas tertentu, daya ingat ini sangat pendek jaraknya ketika beberapa anak ini berhadapan langsung dengan obyek yang dilukisnya. Yang menguat kemudian adalah kemampuannya memindahkan obyek tiga dimensi ke ruang dan penghadiran yang dua dimensi. Cara ini bagi beberapa anak sering meminjam cara-cara yang telah dilakukan orang dewasa di sekitarnya—orang tua atau lingkungan terdekatnya. Dalam hal ini, dialek lagi-lagi dipinjam atau dipakai kembali.

Namun demikian anak-anak ini sebagai mana umumnya anak-anak diberbagai belahan bumi memiliki bahasa atau cara ungkap yang khas anak-anak. Dalam hal ini dipengaruhi oleh psikologi perkembangan yang sejalan dengan tingkat usia mereka. Viktor Lowenfeld dan W.Lambert Brittain, teoritikus pendidikan seni rupa dalam bukunya yang telah menjadi klasik “Creative and Mental Growth” membagi perkembangan seni rupa anak-anak berdasarkan tingkat usia menjadi enam periode. Antara lain periode bagan (usia 4-7 tahun ), periode skematik (usia 7-9 tahun), periude realis (usia 9-12 tahun), dan periode naturalisme semu (usia 12-14 tahun). Anak –anak Sanggar Tangguh ini berada dalam periode-periode tersebut.

Karya mereka antara lain di tandai oleh ciri-ciri visual yang khas anak-anak, yakni  pilihan warana berdasarkan kesukaan. Warna yang di pakai oleh mereka bukanlah warna yang mewakili realiatas alamnya, tetapi mewakili perasaannya. Perspektif yang di pilih anak-anak ini adalah perspektif tumpukan, dan perspektif rebahan. Perspektif-perspektif ini adalah cara penaklukan ruang khas anak-anak. Dan, ini terjadi di berbagai budaya. Dengan kata lain, perspektif-perspektif ini bersifat universal. Anak-anak Bali seperti juga anak-anak di kawasan Asia, Eropa, Amerika, atau kawasan manapun memiliki cara penaklukan ruang (perspektif) yang sama.

Secara kebetulan dalam seni rupa tradisional Bali dikenal juga perspektif tumpukan, yakni penyusunan ruang berdasarkan jauh dekat sekumpulan obyek dengan cara penyusunan obyek terdekat berada di bagian bawah bidang gambar, dan obyek terjauh berada di bagian atas bidang gambar. Perspektif ini sama persis dengan salah satu perspektif yang dimiliki anak-anak. Dengan demikian bagi anak-anak Bali penggunaan perspektif tumpukan ini bersumber dari dua faktor, yakni faktor internal (dunia kesenirupaan anak-anak), dan faktor eksternal (seni rupa tradisional Bali). Dalam hal pemilihan warna anak-anak ini di pengaruhi oleh faktor internal dan eksternal pula. Faktor internal yakni dorongan secara fisikologis terhadap selera warna. Dalam hal ini warna mewakili kesukaannya dan keluasan seleranya. Disisi lain beberapa anak memilih warna berdasarkan faktor eksternal, yakni lingkungan seni rupa tradisional. Karenanya munculah warna  yang cenderung senada atau monokrom.

***

Perkara pemilihan warna dan penaklukan ruang (perspektif) inilah yang menjadi kekhasan sekaligus kelebihan anak-anak Sanggar Tagguh ini.  Kelebihan ini adalah penanda tantang daya serap lingkungan yang dimiliki anak-anak ini. Daya serap ini adalah daya ingat, dengan kata lain sejajar dengan kecerdasan. Dapat disimpulkan bahwa anak-anak Sanggar Tangguh ini adalah anak-anak yang memiliki tingkat kecerdasan cukup tinggi. Perkara apakah mereka kelak akan menjadi seniman. Itu adalah perkara pilihan bagi mereka. Jadi seniman atau tidak, tidaklah dapat diukur dari kegemaran mereka hari ini terhadap dunia cita seni rupa.  Kegemaran menggambar anak-anak ini pada hari-hari ini adalah penanda tentang kecerdasan itu.[]

HARDIMAN

Dosen jurusan pendidikan seni rupa Undiksha singaraja.

Kurator independen dan penulis seni rupa.

Candra, Super Hero60cmx50cm, Acrilic on Canvas, 2013

Candra, Super Hero 60 cm x 50 cm, Acrilic on Canvas, 2013

Posted by: anaktangguh | October 28, 2013

Anak Dan Imajinasinya

“ Every Child is an artist, the problem is staying an artist when you grow up” Pablo Picasso, 1891-1973.

ANAK TANGGUH - INVITATION
Ide untuk menyelenggarakan pameran “Anak dan Imajinasinya”, berawal dari obrolan bersama Ni Nyoman Sani, Pada pembukaan pameran “one moment of journey” di Seniwati Art Space Batubulan. Dari obrolan sederhana itu terlintas gagasan untuk mengadakan kolaborasi untuk berpameran bersama antara anak-anak yang belajar di Sanggar Anak Tangguh dan anak-anak yang belajar gambar di Imagination Club (Seniwati Gallery). Dari ide sederhana tersebut, dan dilanjutkan dengan diskusi-diskusi untuk mematangkan ide pameran, timbul ide untuk mencoba menajamkan konsep pameran dengan menelisik situasi dan kegiatan belajar berkesenian di masa kanak-kanak (para orang tua yang anak-anaknya berpameran pada pameran ini). Benang merah penelusuran pembelajaran seni dulu sangat berbeda dengan anak-anak jaman sekarang. Dulu, pada masa anak-anak, kalau kita mau belajar menggambar atau mengukir, kita cukup belajar ke seniman yang ada di desa kita dan para seniman itupun akan dengan senang hati mengajarkan kita pengetahuan yang mereka miliki. Berbeda dengan kondisi sekarang, bila anak-anak ingin belajar berkesenian harus belajar ke sekolah-sekolah kesenian profesional. Kondisi ini mengharuskan orang tua untuk mengeluarkan beaya extra untuk memperoleh pengetahuan tambahan dari pendidikan formal yang telah diikuti, khususnya dalam berkesenian. Situasi dan kondisi ini, berdampak pada suasana belajar mengajar yang kaku sehingga menimbulkan suasana belajar yang tegang dan mungkin tanpa disadari telah mengekang kreatifitas si anak, karena model pendidikan seperti ini yang terlalu berorientasi pada hasil akhir, padahal dalam berkesenian yang dipentingkan adalah prosesnya.
Seperti yang ditulis oleh Mas Ruscitadewi, yang mengkurasi atau membaca karya anak-anak bahwa: “Kreatif seharusnya menjadi ciri khas anak-anak, dan lukisan seharusnya bisa menjadi salah satu media ekspresi yang menenangkan dan bermanfaat bagi anak-anak. Sayangnya pola pengajaran, yang hanya mengarahkan pada ketrampilan dan hapalan, justru akan menghambat kreatifitas anak-anak untuk meneguk habis masa kanak-kanaknya. Lukisan-lukisan karya anak-anak yang dipamerkan ini secara tidak langsung memberi gambaran, ketimpangan pendidikan yang diberikan pada anak-anak. Ada anak yang begitu enteng berkreatifitas, ada yang sembunyi-sembunyi, ada yang berkreasi dalam biangkai kesopanan, ada yang begitu liar, dan ada yang sangat tertahan ide-ide kreatifnya. Hal ini tentu akan bisa dijadikan pelajaran untuk menentukan langkah-langkah pembinaan selanjutnya. Karena ketika anak-anak melukis, bukanlah menjadi pelukis hebat yang menjadi tujuannya, tetapi adalah menjadi seorang anak yang utuh, yang mampu menghadapi dan menikmati setiap peristiwa yang dialami, dan akhirnya akan merangsang daya pikir dan olah rasanya, yang menjadi sumber dari kreatifitas”.
Selain anak-anak dari Sanggar Anak Tangguh dan Imagination Club, Seniwati Gallery, peserta juga dipilih, seorang anak dari desa Batuan, Sukawati dan Gus Bama, anak dari Ida Bagus Komang “MONEZ”,. Pemilihan untuk menampilkan karya-karya Gus Bama, dikarenakan di usianya yang masih belia sekitar dua tahun, Gus Bama sudah mampu berkarya dengan menggunakan wacom, I Pad. Sedangkan pemilihan I Made Ariana, seorang anak dari desa Batuan, memberikan gambaran bagaimana seorang anak yang hidup dalam dunia Power Ranger, Ben Ten dan cartoon lainya tetapi tetap mau bertahan menggambar dengan mempertahankan teknik melukis tradisi Batuan.
Secara keseluruhan, pameran “Anak dan Imajinasinya” menampilkan 9 anak, antara lain : Ariana (12 Tahun), seorang pelukis tradisi Batuan. Gus Bama (2 Tahun), menggambar dengan IPad, Karya Gus Bama merupakan karya kolaborasi atau direspon oleh ayahnya (Monez). Candra (9 Tahun), Metthew (11 tahun), Damar (7 tahun), anak-anak dari Sanggar Anak Tangguh. Ugi Gayali (12 Tahun), Tantri (14 tahun) dari Imajination Club, Seniwati Art Space. Meithila (12 Tahun) putri dari Marlow, dan Gung Gek (4 Tahun), putri Bapak Yoka Sara.
Pemilihan peserta pameran dan karya–karya yang dipilih untuk dipamerkan, diharapkan dapat merepresentasikan hasil karya dari anak-anak yang dididik menggambar dengan metode non formal atau anak-anak yang menggambar yang didampingi oleh orang tuanya. Dalam pameran ini, diharapkan juga dapat menggambarkan hasil karya anak-anak, yang belajar pada pendidikan non formal, yang berbasis komunitas. Pendidikan Komunitas adalah pendidikan yang berbasis masyarakat, bukan pendidikan yang dikelolola oleh kelompok pengusaha yang bermentalkan koorperasi atau secara sederhana bukan pendidikan yang diperjualbelikan dan komersialisasi semata.
Semoga dalam program ini, dapat mendorong lebih meluasnya perhatian dan kepedulian warga untuk memperhatikan sektor pendidikan, mengingat pendidikan adalah salah satu yang akan menentukan karakter sebuah bangsa. Yang terpenting juga, kepekaan orang tua, sangat penting peranya dalam mencermati “model pendidikan yang dipilih untuk anak-anak mereka” baik pendidikan formal maupun pendidikan non formal. Karena seperti apa yang dituliskan dalam pengantar buku : Indonesia Mengajar, yang ditulis oleh Anies Baswedan: “Mendidik adalah tugas konstitusional negara, namun sesungguhnya mendidik adalah tugas moral setiap orang terdidik. Semoga juga setiap insan dari Bangsa ini, tergerak hatinya untuk membantu berpartisifasi aktif dalam mewujudkan janji kemerdekaan yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa”.

Selamat menikmati pameran: “Children and Imagination” di SAND FA Gallery Sanur, ex bonsai café. Yang dimulai : Sabtu, 26 Oktober sampai Senin, 11 November 2013.

Salam Sanggar Anak Tangguh, Strong Children Strong Nation.

I Komang Adiartha
http://www.anaktangguh.wordpress.com

Sahabat Pemutaran agustus 2013

 

Gerakan Jalan Remaja 1208 telah memasuki tahun yang ke-5 sejak diselenggarakan pertama kali oleh Yayasan Kampung Halaman (KH) pada tahun 2009. Dari tahun ke tahun gerakan refleksi remaja menggunakan medium video yang diselenggarakan setiap tanggal 12 Agustus ini telah mengalami beragam perkembangan dan perubahan. Perkembangan dan perubahan tersebut adalah respon atas kondisi remaja di komunitas dan perkembangan penggunaan video oleh remaja itu sendiri.

Semenjak Tahun 2010, Yayasan Anak Tangguh, berpartisifasi aktif dalam mengikuti program jalan remaja 1208. Pada tahun 2010 dengan didampingi Mba Lila dan Mas Abu, Sanggar Anak Tangguh menghasilkan video diary dengan judul : Sungai Penuh Warna dan Murah Meriah, Sementara pada tahun 2011, anak-anak sanggar Anak Tangguh atas dampingan Ayu Diah Cempaka, Harum, dan kawan-kawan menghasilkan video diary dengan judul : Jalanku Menari. Sedangkan untuk Tahun 2012, Anak Tangguh atas dampingan Cok Agung Pramayogi, menghasilkn video diary dengan Tema: Restropektif Sanggar Anak Tangguh yang bercerita tentang Fasilitas Umum di Mata Anak-anak. Pada tahun 2013 ini, Anak Tangguh berpartisifasi sebagai sahabat pemutaran. Pemutaran video diary ini dilakukan pada tanggal 25 Agustus 2013.

Meski demikian, inti dari gerakan ini tetap sama yakni memberikan kesempatan bagi remaja di Indonesia untuk berbagi cerita/gagasan terhadap beragam hal yang ada di lingkungan terdekat mereka menggunakan medium video diary.

Tahun 2013 ini Jalan Remaja 1208 membawa tema “Catatan Remaja untuk Indonesia”. Tema tahun didapatkan dari hasil riset sederhana yang dilakukan oleh Kampung Halaman terhadap 51 komunitas yang ada dalam jaringan KH. Hasilnya, remaja di masing-masing komunitas memiliki perhatian dan isu yang sangat spesifik. Isu-isu tersebut dikategorisasikan menjadi 5 sub-tema yakni pendidikan dan lapangan pekerjaan, budaya dan media, konflik, Hak Asasi Manusia dan lingkungan.

Subtema-tema tersebut diharapkan dapat mendorong remaja supaya lebih menggali beragam isu yang menjadi perhatian mereka di komunitas dan menyuarakannya menggunakan video diary.

32 komunitas yang berpartisipasi sebagai pembuat video (Sahabat Produksi) adalah Komunitas Aksara (Malang), Creative Sempu (Jogja), FORKAPPI (Forum Komunikasi Pemuda-Pemudi Gandasuli Purbalingga), Galeri Pictures (Tasik), Himpunan Muda-Mudi Cikurubuk (Tasik), Kafiana Production (Purbalingga), Kamera (Jepara), Kanaba (Tasik), Kelompok Belajar Seni Sukarmadju (Jombang), Qoryah Thayyibah (Salatiga), Langit Biru (Bondowoso), Bozz Community (Purbalingga), Pak Dirman (Purbalingga), Pedati Film (Purbalingga), Pendopo (Jogja), Percisa (Tasik), Plasabumi (Tasik), PPAD (Grobogan), Rumah Ilalang (Jepara), Sanggar Rakyat (Cirebon), Sanggar Teratai (Indramayu), Sekolah Rakyat Kami (Makassar), Sens Production (Tasik), Smega Movie Community (Purbalingga), Sobat Muda (Salatiga), Pasir Putih (NTB), Papringan Pictures (Purbalingga), Tunas Harapan Pakuncen (Jogja),, Pesantren Aswaja Nusantara (Jogja), Karang Taruna Singosaren (Jogja), Pancang Nibung (Riau) dan Hammas (Tasik). Sedangkan jumlah video diary yang dihasilkan sebanyak 33 video.

Selain 32 komunitas Sahabat Produksi, Jalan Remaja juga didukung oleh 23 komunitas lain yang berpartisipasi sebagai Sahabat Pemutaran Bioskop Remaja.  Dengan demikian Bioskop Remaja pada tahun ini akan diselenggarakan di 55 titik pemutaran yang tersebar di 15 provinsi yakni Jawa Tengah (21 titik), Jawa Barat (10 titik), Jawa Timur (4 titik), DIY (5 titik), Riau (1 titik), NTB (3 titik), NTT (1 titik), Sulawesi Selatan (2 titik), Sulawesi Utara (1 titik), Sulawesi Tengah (1 titik), Bali (2 titik), Sumatra Utara (1 titik), Jambi (1 titik), Kalimantan Barat (1 titik) dan Papua (1 titik).

Selain pemutaran video diary dan berdikusi, remaja juga akan menuliskan hasil diskusi tersebut dalam lembar catatan yang akan dibacakan kepada penonton. “Jika biasanya suara anak-anak muda ini tidak terdengar atau tidak didengarkan, nah kali ini remaja punya kesempatan untuk didengarkan. Semoga remaja mampu menghargai dan memanfaatkan momentum ini untuk kemajuan komunitas dan lingkungan mereka masing-masing” jelas Ima Puspita Sari, Koordinator Jalan Remaja 1208.

Catatan-catatan visual yang dihasilkan oleh para remaja ini diharapkan juga bisa menjadi bahan diskusi dan refleksi masyarakat pada umumnya terkait beragam isu yang terkait dengan remaja dan anak muda. Bahwa remaja Indonesia mampu menjadi penggerak perubahan adalah catatan penting dari KH kepada seluruh masyarakat Indonesia.

Informasi mengenai jadwal pemutaran Bioskop Remaja di masing-masing komunitas dapat diikuti melalui twitter KH di @kampunghalaman, facebook KH atau menghubungi KH melalui jr1208@kampunghalaman.org (kh)

Posted by: anaktangguh | August 7, 2013

Gerobak Bioskup: Temani Aku Bunda…

temani aku bunda 3 copyMemperjuangkan Kejujuran UN dan Pendidikan Lewat Film ‘Temani Aku Bunda’

Film Temani Aku Bunda

Film dokumenter ‘Temani Aku Bunda’ bercerita tentang kisah perjuangan ibu dan anak menjunjung nilai kejujuran dan mengembalikan tujuan suci pendidikan. Film yang berlatar belakang penyelenggaraan Ujian Nasional (UN) ini akan menjadi refleksi bagaimana roda pendidikan berjalan di negeri ini.

Pendidikan dan momentum Ujian Nasional (UN) di Indonesia tak hanya diartikan sebagai bagian dari mendidik, namun sesuatu yang berbalik arah justru banyak terjadi melihat berbagai fakta yang terungkap. Pada 10 Mei 2011, Abrar, seorang pelajar Sekolah Dasar (SD) begitu gelisah saat menjalani Ujian Nasional di SDN 06 Petang, Pesanggrahan, Jakarta Selatan. Bukan karena tak yakin akan kemampuannya, tapi ide kecurangan UN di sekolah itu yang membuat bocah ini tertekan.

Dalam film yang berdurasi pendek itu, dikisahkan Abrar dan kawan-kawan sekelasnya diminta guru mereka untuk membuat kesepakatan. Para siswa yang seharusnya dididik secara moral, justru disuruh bertukar jawaban. Mereka pun tak diperkenankan memberitahu siapa pun mengenai kesepakatan ini.

Tapi lain bagi Abrar. Nilai kejujuran yang sudah tertanam dalam bathinnya membuatnya tak tahan. Sepulang sekolah, ia pun menceritakan pengalaman itu kepada ibundanya, Winda sambil terisak-isak. Tak terima atas pendidikan negatif, Winda mendatangi pihak sekolah, mencari kebenaran dan menuntut permintaan maaf.

Tapi apa daya, sekolah pun tak kooperatif menanggapi keluhan Winda. Akhirnya, tak ada jalan lain  untuk memperbaiki pendidikan, selain mesti menghampiri berbagai instansi dan menghadapi rumitnya birokrasi.

‘Temani Aku Bunda’ diproduksi oleh Yayasan Kampung Halaman dan disutradarai Tedika Putri Amanda beserta Irma Winda Lubis. Karena mengandung nilai moral yang tinggi, diikuti kemungkinan penentangan, pengerjaan film ini menghabiskan waktu tak kurangdari satu tahun.

Posted by: anaktangguh | April 23, 2013

Women In Action Art Auction

WOMEN IN ACTION
Kegitan Women in Action Art Auction, diselengarakan oleh Bali Women Crisis Center. Yang bertujuan untuk mengadakan penggalangan dana secara mandiri, untuk mendanai program-program yang dilaksanakan. Bali Women Crisis Center (BWCC) adalah sebuah lembaga non pemerintah yang didirikan pada tanggal 3 September 2012.
Lembaga ini berdiri berdasarkan inisiatif para korban kekerasan yang difasilitasi oleh perempuan-perempuan yang bergerak dalam pendampingan perempuan dan anak. Lembaga ini menjadi wadah untuk memberikan dukungan serta layanan bagi perempuan dan anak korban kekerasan. Selain itu menjadikan lembaga sebagai pusat krisis untuk perempuan dan anak serta pusat pengembangan sumber daya manusia untuk penghapusan kekerasan terhadap perempuan dan anak terutama di wilayah Bali.
Visi BWCC adalah terwujudnya sistem hukum yang adil gender yang tercermin dalam relasi kuasa baik dalam relasi personal, keluarga, masyarakat dan Negara.
Sebagai pusat krisis dan pusat pengembangan sumber daya manusia BWCC menyediakan beberapa layanan, antara lain pendampingan korban, program pelibatan laki-laki, penelitian dan pelatihan, advokasi dan pengorganisasian, serta kampanye dan media.
Karya-karya yang ditampilkan merupakan hasil seni visual fotografi dan lukisan. Karya fotografi yang ditampilkan adalah karya foto dari I Nyoman Wija. Sedangkan untuk karya lukis yang ditampilkan adalah merupakan karya-karya komunitas Seniman perempuan yang tergabung dalam Seniwati Gallery.
Seniwati Gallery merupakan salah satu organisasi yang mendukung seniman-seniman perempuan dalam mengukuhkan eksistensinya. Karya-karya yang ditampilkan adalah karya-karya dari 13 orang anggota Seniwati Gallery yang diketuai oleh Ni Nyoman Sani. Seniman siniman dari seniwati gallery yang mendukung acara ini adalah : Ugi, Ketut Anggreni, Agnes y, Putu Suriati, A.A.Istri Agung, Kerry P, Ni Luh Andriani, Emy Agustriani, Ni Ketut Ratnasih, Dayu Anom, Oka Kartika, Ni Made Kurniati, dan Ni Nyoman Sani.
Gallery seniwati yang didirikan sejak 1991, telah berhasil mengantarkan angotanya berpameran dibebagai Negara antara lain, pameran yang diseleggarakan di Indonesia, Australia, Singapore, Jerman dan Hongkong. Prestasi gemilang dari seniwati gallery adalah ada karya dari anggotanya yang pernah dicetak UNICEF untuk pengalangan dana, untuk mendanai program pendampingan anak-anak.
Selain karya-karya lukis dari Seniwati Gallery juga ditampilkan karya lukis dari Sanggar Anak Tangguh, Guwang, Sukawati, Gianyar. Sanggar Anak Tangguh merupakan lembaga yang peduli terhadap perkembangan dan pendidikan anak-anak, yang dalam menjalankan programnya memakai media seni sebagai media pembelajaranya. Karya-karya lukis yang ditampilkan oleh anak-anak Sanggar Anak Tangguh adalah merupakan karya-karya anak-anak yang mengikuti program gambar dengan tema Katakan Dengan Bunga. Dalam belajar menggambar anak-anak didampingi oleh I Komang Adiartha dan I Made “Bayak” Muliana.
Semenjak berdiri dari tahun 2007, Anak – Anak Sanggar Anak Tangguh telah mengikuti beberapa pameran antara lain :
1. Pameran lukisan dalam perayaan Hari Pendidikan Nasional di Aliance Francaise (AF) Denpasar, Lembaga kebudayaan Indonesia Prancis, Renon, Denpasar – Bali, 2010.
2. Pameran fotografi lubang jarum “Cerita Dalam Kaleng”, di Art Café Seminyak, Agustus 2011.
3. Pameran fotografi lubang jarum cerita dalam kaleng, di Bar Luna Ubud, September 2011.
4. Pameran lukisan dan fotografi dalam rangka Musim Semi Penyair yang bertema “CHILDHOOD”, Maret 2012.
5. Pameran fotografi “Fasilitas Umum di Mata Anak-anak” di Serambi Art Antida Denpasar, April 2012.
6. Pameran fotografi “Fasilitas Umum di Mata Anak-anak di Bar Luna Ubud, Mei 2012.
7. Workshop lukis dan menulis untuk anak-anak di Sanggar Anak Tangguh dalam rangkaian acara International Ubud Writer and Reader Festival UWRF), 2010.
8. Workshop lukis dan menulis untuk anak-anak di Sanggar Anak Tangguh dalam rangkaian acara International Ubud Writer and Reader Festival UWRF), 2011.
9. Party mural, Menggambar mural pada Bak Sampah, Lapangan Puputan, Rotaract, 2010.
10. Pameran restofectif Sanggar Anak Tangguh, Bentara Budaya Bali, 2012.
Luh Putu Kusuma Ririen
Ketua Panitia Women In Action Art Auction

Older Posts »

Categories